Gambar ilustrasi diambil dari google
Ini kisah yang saya alami hari ini, minggu pagi,
diawalai dari jalan-jalan pagi dikota perantauan tepatnya di kota jember.
Sedikit cerita saya seorang bapak dengan satu orang putri yang merantau hidup
berjauhan dengan anak istri dipisahkan dengan jarak kurang lebih 350km dan hanya
bisa ketemu anak istri paling cepat 2 minggu sekali. Ketika libur kerja biasanya
saya mencari hiburan melepas penat setelah lima hari sibuk dengan rutinitas
kerja sebagai buruh kapitalis, dan pagi ini saya pergi ke alun-alun kota.
Seperti pada umumnya dikota-kota lain alun-alun
kalau hari minggu banyak dikungjungi orang dan ada berbagai kegiatan. Pas sudah
nyampai lokasi paling saya duduk dikursi taman sambil menyasikkan beberapa
orang dengan berbagai kegiatan meraka, diantaranya komunitas skyboard, sepatu
rota, sepeda ontel, olahraga jogging dan banyak lagi. Pandangan saya tertuju pada
seorang bapak muda seumuran saya yang datang dengan anak lakinya seumuran
dengan anak saya. Dari kejauhan saya melihat bapak tersebut yang datang dengan
mengendarai becak, sibapak mengendarai becak dengan wajah sumringah dan didepan
ada sianak dengan wajah penuh bahagia.
Dari kejauhan saya melihat mereka datang, bekcak
mereka berhenti dan diparkir ditepi jalan, sibapak menghampiri sianak dan
mengendongnya membatunya untuk turun dari becak tergambar raut wajah bahagia
mereka berdua, sianak diturunkan dan langsung berlari-lari keriangan. Memperhatikan
mereka berdua bermain, sianak berlarian menuju tempat permainan prosotan
sibapak mengikuti setiap gerakan anaknya, meraka bermain dengan bahagia dan
penuh semangat.
Selang beberapa waktu bapak dan sianak duduk
dikursi disamping saya, kebetulan saya barusan belanja kue dan minuman ringan
buat cemilan dikosan. Saya mencoba menawari kue kepada sianak, sembari bertanya
siapa namanya dek.. hasan sianak menjawab, Alhamdulillah sianak sangat suka
sama kue pemberian saya, selagi anak menikmati kuenya, saya mencoba mengobrol
dengan sibapak. Dengan pertanya basabasi sebagai pembuka. Saya mulai bertanya
berdua saja mas datang kesini.. ya mas jawab sibapak. Aslinya mana mas, saya bangkalan
mas, oh Madura saut saya. Sudah lama mas tinggal disini, sudah mas sudah 5
tahun sejak saya masih bujang sampai sekarang. Sibapak bercerita kalau dia
susah cari kerja dikotanya akhirnya nekat merantau dengan kemampuan seadanya
bermodalkan nekad, awal datang dia bekerja serabutan, dari kuli bangunan,
pencari barang bekas, sampai sekarang mempunyai kerjaan tetap sebagai tukang
becak. Dia menikahi perempuan sesama perantauan dari kota asal sibapak, mungkin
itu yang namanya jodoh, dan sudah dikaruniai satu orang putra.
Setiap minggu sianak diajak bermain dialun-alun
kebetulan kontrakan mereka dekat dengan alun-alun, sibapak juga berkata ya cuma
bisa begini mas mau liburan jauh juga butuh biaya deket-deket saja yang peting
anak suka dan ceria, dek dalam hati saya tereyuh dalam kesederhaan mereka masih
bisa menikmati kebahagiaan. Saya kembali bertanya jarang pulang kemadura mas?
Setahun sekali mas kalau hari raya besar/ hari raya haji saja, dari situ saya
jadi tau ternyata mudiknya orang Madura pas hari idul adha beda dengan umumnya
yang melakukan mudik pas hari raya idul fitri. Sibapak berpamitan, mari mas
saya balik duluan sudah siang, monggo saya menjawab.
Pandangan saya masih pada mereka berdua, sibapak
mengendong sianak dan menaikkanya di depan, kursi penumpang becak berada,
sibapa mulai mendorogn becaknya dan mengayuhnya, meraka pergi barlalu, saya
masih duduk termenung jadi ingat sama putri saya yang ada dirumah, saya iri
dengan kebahagiaan mereka, dengan kesederhanaan meraka, betapa tidak saya yang
bekerja keluar kota harus meninggalkan keluarga, dan putri saya yang masih
berumur 2 tahun, dimana masa umur tersebut masih lucu-lucunya anak, saya merasa
sedih bersalah dengan hidup berjauhan dari mereka. Tapi bagaimana lagi ini
sudah menjadi jalan hidup saya, dari sini saya inggin menyudahi keadaan ini,
dengan mencari kerja yang lebih dekat dan bisa berkumpul dengan keluarga setiap
hari. Dari sini saya dapat mengambil hikmah dimana kebahagiaan tidak bisa
diukur dengan materi, waktu bersama keluarga merupakan sesuatu yang mahal dan
tidak bisa dibeli dengan apapun, beruntunglah kamu yang setiap hari bisa
berkumpul dengan keluarga, dan bisa menyaksikan anak bertumbuh kembang tanpa
melewatkan momen-moen penting, seperti apa yang saya impikan tapi belum
terlaksana diantaranta melihat anak bisa merangkak, berjalan, mengucapkan kata
pertama, dan bisa mengantar anak masuk sekolah hari pertama, dan masih banyak
lainya, Semoga bisa terlaksana secepatnya.
0 komentar:
Post a Comment