Dalam postingan kali ini saya
akan berbagi cerita dari pedalaman papua, tepatnya dari Kabupaten Asmat Papua
Barat, sebuah kota kecil degan potensi hutan gaharu yang sudah terkenal sejak
masa penjajahan belanda, asmat terkenal juga dengan kota atas air, diakrenakan
kota ini dibangun diatas rawa dengan mayoritas rumah pangung dan jembatan dari
kayu, mayoritas masyarakat disini berpenghasilan mengantungkan hidupnya
dari hutan dan sungai, dari hutan ada
potensi kayu gaharunya yang terkenal dengan kualitas ekspor dan sungainya
terkenal dengan ikan-ikan monsternya.
Disini juga terdapat pemburuan
buaya dan kura-kura moncong babi dengan nilai ekonomi yang sangat tinggi, namun
kali ini saya tidak akan membahas kedua potensi tersebut dikarenakan keduanya
merupakan hewan lindung jadi otomatis kegitan tersebut merupakan kegiatan
ilegal. Saya akan mengulas tentang potensi kayu gaharu (agar wood) , kayu ini tersebar disemua wilayah hutan asmat,
sehingga besar masyarakat mengantungkan hidupnya dari kayu gaharu.
Kayu gaharu sendiri merupakan
komoditi eksport dalam bentuk kayu/ cair, kayu ini merupakan bahan dasar dari
beberapa produk diantaranya adalah parfum dan dupa, dan masih banyak lagi
produk turunan yang dihasilan.
Cerita saya awali dari lokasi
perburuan gaharu, masyarakat sini menyebutnya bevak / merupakan kam kecil,
dimana masyarakat membangun kelompok kampung kecil yang terdiri dari beberapa
keluarja saja, mereka berkumpul masuk kepedalaman huntan untuk berburu kayu
gaharu, yang unik dari perburuan ini adalah yang diburu merupakan kayu mati
yang sudah lama dan tertimbun tanah lumpur, kedalaman kayu bisa 1 sampai 2
meter dalam tanah. Jadi dalam pencarian mereka mengunakan alat besi/kayu,
sebuah alat dari besi/kayu bulat dengan ujung runcing dengan pengait/ seperti
ujung mata tombak, alat ini ditancap-tancapkan kedalam tanah berfungsi untuk
mencari keberadaan kayu, bila sudah diketemukan keberadaan kayu meraka akan
memulai pengalian dengan tangan kosong, dan mengangkat kayu ke atas tanah.
Setelah terangkat kayu akan dipikul keluar hutan melewati jalan bantalan yang
terbuat dari pohon/rangkaian ranting yang ditumbangkan berjajar memanjang.
Dari sedikit gambaran proses
pengambilan kayu gaharu tidak semudah yang dibayangkan, salain beresiko
terjatuh dari bantalan dengan beban berat yang bisa berakibat fatal patah
tulang, resiko lain dalam perburuan yaitu diserang hewan liar terutama Babi
Hutan, Kasuari, dan hewan kecil lainya yang tentunya juga menyiksa seperti
Nyamuk, lalat babi, lintah yang sama dengan nyamuk juga menghisap darah.
Dari hasil perburuan masyarakat
terkadang pulang dengan tangan kososong, tapi masyarakat tidak perlu kuatir
karena biasanya untuk biaya hidup dalam cam akan ditangung pedagang meskipun
sistemnya diberikan pinjaman dulu akan dipotong saat ada hasil penjualan kayu.
Selain itu untuk konsumsi makan mereka masih bisa mengandalkan alam, dimana
mereka masih memangkur sagu, bikin tepung sagu sebagai penganti beras, untuk
lauk mereka biasanya berburu hewan baik
burung, ikan, buaya dimalam hari.
Dari segi penghasilan ternyata
nominalnya sunguh fantastis bagi saya sebagai pendatang, untuk kayu kualitas
biasa atau masyarakat sini menyebutnya TGC dihargai 30-50ribu/kilogram “saya
masih meragukan kualitas timbanganya” untuk satu kali angkat biasanya
masyarakat maximal mampu angkat 15 kg. untuk kayu hitam, gubal, kayu dengan
getah hitamnya biasanya terdapat pada batang kayu, tidak semua kayu gaharu
terdapat kayu ini, kelas low atau masyarakat menyebutnya kacangan dihargai 300.00
-500.000/kilogram, untuk kualitas medium perkilonya 20.000.000/kilogram, untuk
kualitas super tembus harga 100.000.000/kilogramnya, fantastis bukan untuk
sebuah nominal dipedalaman. Pantas bila ini jadi magnet bagi pendatang untuk
ikut berburu kayu mulai dari jadi pencari/pedagang.
Dalam system kemasyarakatan masih memegang teguh aturan adat dan kearifan lokal, sehinga dalam pemburuan tidak sampai merusak hutan, selain itu masyarakat juga sadar akan pentingnya melestarikan hutan demi kalangsungan hidup anak cucu mereka. Yang paling unik dari masyarakat yang saya jumpai mereka sangat hormat dan tunduk kepada kepala kampung, ataupun ketua adat.
0 komentar:
Post a Comment