Note ini semata mata menjawab pertanyaan tetangga, tentang bulan SELO kenapa orang tak mau menikahkan putra putrinya/Banyak bencana, pertanyaan : “menurut agan Gimana ?”
Menurut kalender Hijriyah, saat ini kita berada di bulan kesebelas, yaitu Dzul Qo’dah. Bulan ini berada di tengah antara bulan Syawal dan Dzul Hijjah. Orang Jawa menyebut bulan ini dengan nama bulan Selo, yaitu antara bulan Syawal dan Besar. Mereka mengartikan bulan ini sebagai bulan sial, karena “selo” berarti “kesesel barang olo” (kemasukan barang yang jelek).
Padahal bulan Bulan Dzul Qo’dah atau Selo ini sebenarnya bukan bulan yang penuh dengan bencana tapi justeru merupakan bulan yang penuh berkah, penuh dengan semangat untuk berbuat baik, sebab ada larangan khusus untuk tidak berbuat dholim selama bulan-bulan mulia (QS. at-Taubah 36), termasuk pada bulan Dzul Qo’dah ini.
Pengartian bulan Selo dengan bulan “seselane ala” (baca olo = kejelekan) tersebut sebenarnya sangat dipengaruhi oleh pemaknaan bulan Dzul Qo’dah, meski terdapat sedikit keterpelesetan. Kata “qo’dah” berasal dari kata “qo’ada” yang artinya duduk. Yang dimaksud duduk dalam penamaan ini adalah duduk untuk merenung dan berdzikir. Dari makna ini maka orang Jawa menyebutnya Siloan (baca silo = duduk bersila, seperti kebiasaan orang yang berdzikir). Dan lambat laun sebutan Siloan bergeser menjadi Selo.
Dalam sejarah Islam disebutkan bahwa terdapat larangan khusus bagi umat Islam untuk berbuat dhalim atau berperang di bulan-bulan tertentu, tepatnya adalah bulan-bulan mulia (ayhurul hurum), sebagaigaimana difirmankan Allah: “Mereka bertanya tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: ‘Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar …’ “ (QS. al-Baqarah: 217); “ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi’ar-syi’ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan Haram … “ (QS. al-Maidah: 2).
Perlunya kita sebagai umat islam senantiasa berpegang pada ajaran Islam yang benar dan sempurna, seperti yang terdapat dalam al quran surat Al-Baqarah [2]: 208-209
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.
Para ulama salaf sangat memahami arti Dzul Qo’dah atau Selo sebagai bulan untuk bersila untuk berdzikir dan bermunajat kepada Allah. Mereka bahkan memanfaatkan bulan ini dengan membaca aurat (bacaan wirid) tertentu, seperti dalam anjuran berikut:
Bagi yang ingin memperoleh keutamaan bulan ini, hendaknya mandi sunnah pada hari pertama, kemudian berwudhu’ dan melakukan shalat sunnah empat rakaat (2 kali salam). Setiap rakaat sesudah Fatihah, membaca Surat Al-Ikhlas (3 kali), An-Nas (3 kali) dan Al-Falaq (sekali). Seusai shalat membaca Istighfar (70 kali), kemudian membaca: Lâ Hawla walâ quwwata illâ billâhil ‘aliyil ‘azhîm. (Tiada daya dan kekuatan kecuali dengan Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Agung), Yâ `Azîzu yâ Ghaffâru, ighfirlî dzunûbî wa dzunûba jamî`il mu’mîna wal mu’minât. Fainnahu lâ yaghfirudz dzunûba illâ Anta. (Wahai Yang Maha Mulia, wahai Yang Maha Pengampun, ampuni dosa-dosaku dan dosa-dosa mukminin dan mukminat, tidak ada yang dapat mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau).
Syeikh Ali bin Ibrahim berkata: Sungguh pada bulan-bulan yang mulia keburukan dilipatgandakan demikian juga kebaikan. Tanggal 11 Dzul Qaidah 148 H adalah hari kelahiran Imam Ali Ar-Ridha. Malam tanggal 15 Dzul Qa`idah adalah malam yang penuh berkah, sebab pada malam itu Allah memandang hamba-hamba-Nya yang mukmin dengan rahmat-Nya, memberi seratus pahala kepada orang yang beramal dalam ketaatan kepada Allah, juga kepada orang yang berpuasa yang hatinya selalu terkait dengan masjid dan matanya tidak bermaksiat kepada Allah, khususnya di dalam masjid Nabawi. Karena itu, hendaknya menghidupkan malam itu dengan ibadah, ketaatan, shalat dan doa kepada Allah.
Itu hanya sekedar contoh dari setumpuk buku kumpulan doa-doa dan cara bermunajah yang menjadi kebiasaan para ulama salaf di bulan Dzul Qo’dah atau Selo. Namun, sampai saat ini ternyata pemahaman bulan ini sebagai bulan sial dan bencana masih tetap lestari di tengah-tengah masyarakat, khusunya Jawa. Meski sebenarnya merupakan suatu pemahaman yang telah mengalami pergeseran dari makna yang dipahami oleh para leluhur Jawa sendiri. Yang lebih parah lagi, pemahaman ini dimanfaatkan oleh segelintir orang yang menyukai jalan pintas untuk meraih kesuksesan dengan meminta bantuan dukun, justeru menggunakan bulan ini sebagai bulan penebusan dan menyajian persembahan. Dan lebih parah lagi hal ini dilakukan dengan mengorbankan orang lain.
Saya mencoba menyimpulkan:
- Bulan zdul Qo’dah adalah bulan yang dimuliakan Allah swt, maka menjadikan dzul qo’dah sebagai bulan selo (kesesel barang olo) sangat tidak elok menurut tataran Islam, karena Allah telah memuliakan bulan dzul qo’dah
- Kembalikan esensi keberagamaan kita, jangan kita memposisikan diri kita dalam beragama terkalahkan dengan kebiasaan yang jelas jelas tak menguntungkan agama.
- Kemungkinan pengertian SELO itu adalah SILO artinya saat bulan dzul Qo’dah kita harus rajin berzikir karena akan datang bulan Dzul Hijjah (berhaji)
- Lakukan aktifitas atau ceremonial apa saja termasuk menikahkan anak anak kita pada bulan dzul qo’dah tak ada jeleknya menurut ajaran islam.
- Keberpihakan kita pada ajaran yang Haq (islam secara Kaffa), maka keimanan kita akan sempurna tanpa rasa takut selain kepada Allah.
- Semua bencana bala akan datang pada semua manusia, yang tujuan tak lain agar kita manusia lebih beriman dan bertaqwa.
0 komentar:
Post a Comment